Mengapa Game MMORPG Baru Kian Sulit Bertahan di Era Modern?

Jakarta – Genre MMORPG yang dulu menjadi primadona di era warnet kini perlahan kehilangan pesonanya. Dunia virtual luas dengan komunitas yang hidup kini sulit ditemukan dalam game-game baru. Banyak judul MMORPG modern justru gagal bertahan lama—bahkan tutup hanya dalam hitungan tahun.

Salah satu penyebab utamanya adalah biaya pengembangan tinggi dan tekanan monetisasi cepat. Game seperti New World dari Amazon Games menjadi contoh nyata: ambisius, namun minim konten dan tidak mampu mempertahankan pemain. Janji inovasi sering kali tak sebanding dengan hasil—judul-judul baru cenderung repetitif dan overhyped.

Selain itu, elemen sosial yang dulu menjadi kekuatan utama MMORPG kini telah diambil alih oleh media sosial. Jika dulu guild dan party menjadi tempat bersosialisasi, kini gamer lebih memilih platform seperti Discord. Akibatnya, regenerasi pemain muda terhambat dan populasi dalam game menurun.

Masalah lain terletak pada monetisasi rakus dan sistem pay-to-win yang memperlebar jurang antara pemain gratisan dan pemain berbayar. Contoh seperti Lost Ark memperlihatkan betapa cepatnya komunitas bisa meninggalkan game yang dianggap “tidak adil”.

Game seperti Blue Protocol dari Bandai Namco juga gagal bersaing dengan tren game gacha open-world yang lebih kasual dan lintas platform, seperti Genshin Impact dan Wuthering Waves.

Meski begitu, para pengamat menilai bahwa MMORPG belum sepenuhnya mati, hanya saja “hampir punah” karena kehilangan elemen yang dulu membuatnya istimewa: komunitas yang kuat, rasa petualangan, dan kebersamaan di dunia virtual. Kini, mencari MMO sukses di era modern ibarat menunggu hujan turun di gurun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *