Beberapa tahun lalu, penulis sempat berpikir bahwa cloud gaming akan menjadi masa depan industri game. Bayangkan saja, tidak perlu beli konsol mahal, tak perlu upgrade PC setiap dua tahun sekali, dan tak perlu khawatir game tidak kuat dijalankan. Cukup langganan, nyalakan perangkat apa pun yang punya layar, terhubung ke internet, dan main. Konsepnya terdengar seperti mimpi.

Namun realitas di lapangan, terutama untuk kita yang berada di luar Amerika Serikat, masih sebatas mimpi belaka yang sulit untuk jadi kenyataan. Meskipun teknologi sudah ada, adopsinya tetap rendah. Banyak orang bahkan belum benar-benar mengerti apa itu cloud gaming. Bahkan layanan seperti ini masih dicap buruk dan menjadi pilihan paling inferior. Tapi, mengapa?

Di atas kertas, konsep cloud gaming sebenarnya brilian. Cloud gaming pada dasarnya adalah Netflix-nya dunia game. Kamu tidak memainkan game di perangkat lokalmu, melainkan di server jarak jauh yang menjalankannya untukmu.

Tapi dalam praktiknya, cloud gaming sangat bergantung pada infrastruktur internet. Jaringan fiber optik yang semakin luas dan data center yang tersebar baru akan membuat pengalaman bermain bisa mendekati ideal. Namun, biasanya kondisi ini baru bisa dialami oleh mereka yang berada di negara dunia pertama seperti Amerika Serikat dan Kanada.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *