Cloudflare belakangan menjadi sorotan setelah Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mempertimbangkan pemblokiran terhadap layanan infrastruktur internet tersebut. Cloudflare dikenal sebagai penyedia Content Delivery Network (CDN), sistem mitigasi serangan DDoS, serta berbagai layanan keamanan yang membuat website lebih cepat dan aman. Diperkirakan lebih dari 50% lalu lintas internet global melewati jaringan Cloudflare.
Gangguan yang terjadi beberapa hari lalu membuktikan betapa vitalnya layanan ini, karena ribuan situs sempat tidak bisa diakses. Cloudflare bekerja menggunakan sistem reverse proxy dan jaringan server global (edge network) sehingga setiap permintaan pengguna difilter dan dipercepat melalui server terdekat. Selain itu, Cloudflare juga menyediakan DNS publik populer 1.1.1.1.
Ancaman pemblokiran bukan disebabkan oleh kinerja Cloudflare, melainkan masalah kepatuhan. Berdasarkan Permen Kominfo Nomor 5 Tahun 2020, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) asing wajib mendaftar sebelum beroperasi di Indonesia. Cloudflare, bersama 24 entitas lain termasuk OpenAI/ChatGPT, telah menerima imbauan tetapi belum menyelesaikan pendaftaran.
Jika kewajiban tersebut tetap diabaikan, Komdigi dapat memberlakukan sanksi administratif berupa pemutusan akses, yang berpotensi memengaruhi stabilitas dan aksesibilitas banyak layanan internet di Indonesia.

